Sejak
saat itu aku sering sekali melihatnya dibukit, suatu hari aku bertemunya, ia
berdiri sambil memotret dengan kameranya dan lagi-lagi di tempat favoritku.
“ekhmmm..maaf.....” belum selesai ucapanku dia sudah memotong pekataanku.
“ahh ya aku tau,ini tempat favoritmu kan?” di memalingkan wajahnya kehadapanku dan memotret wajahku. Aku sebal padanya yang memotretku seenaknya tanpa meminta ijin padaku.
“iya ini tempat favoritku dan bisa kah kamu bertindak sopan pada orang lain? Hapus foto ku.”
“aku tak akan menghapusnya. Siapa namamu?” dia menanyakan namaku sambil menjulurkan tangannya.
“kau tak perlu tau namaku. Hapus fotoku!” nadaku meninggi.
“ aku akan menghapus fotomu. Siapa namamu?” ia menjulurkan tangannya sekali lagi.
“ tapi kau harus janji menghapus fotoku setelah kau tau namaku.” Ia mengangguk padaku. Aku menyambut uluran tangannya, “Aquila.”
“namamu indah” katanya singkat.
“makasih hahah, hapus foto ku.grr..cowok resek.” Aku memukul pelan bahunya.
“hahah.. kok resek sih? Haha. Iya aku hapus.Oh iya lupa, kamu kan belum tau namaku. Namaku Stern.”
“stern??? Namamu keren juga. Kanapa namamu stern?”
“kamu dulu, kenapa namamu Aquila?”
“emm... Aquila itu rasi bintang. Ayah dan Ibu ku suka sekali dengan bintang.” Stren hanya diam menatapku, dia seperti memikirkan sesuat. “Heh, kok bengong? Sekarang giliran kamu.” Perkataanku barusan mengagetkannya dan membuyarkan lamunannya.
“ehh iya, yaampun maaf ya. Tadi aku sempet keingetan sesuatu. Oh ya? Giliran ku ya?”
Aku mengangguk mantap karena aku ingin tau arti nama itu.
“ah ya, jadi Stren itu artinya bintang kata papa dan bunda,aku itu bagaikan bintang buat mereka. Hahaha aneh-aneh aja ya mereka.”
“ahhaa iya, tapi mereka sangat berjasa untuk kita. Kalau bukan karena mereka kita gak punya nama sebagus ini.” Kami pun tertawa bersama. Saling tukeran nomor handphone bahkan. Banyak percakapan kami selanjutnnya kami cepat sekali akrab seperti sudah kenal lama dan terasa hari sudah gelap. Aku dan dan Stren pulang kerumah kami masing-masing.
“ekhmmm..maaf.....” belum selesai ucapanku dia sudah memotong pekataanku.
“ahh ya aku tau,ini tempat favoritmu kan?” di memalingkan wajahnya kehadapanku dan memotret wajahku. Aku sebal padanya yang memotretku seenaknya tanpa meminta ijin padaku.
“iya ini tempat favoritku dan bisa kah kamu bertindak sopan pada orang lain? Hapus foto ku.”
“aku tak akan menghapusnya. Siapa namamu?” dia menanyakan namaku sambil menjulurkan tangannya.
“kau tak perlu tau namaku. Hapus fotoku!” nadaku meninggi.
“ aku akan menghapus fotomu. Siapa namamu?” ia menjulurkan tangannya sekali lagi.
“ tapi kau harus janji menghapus fotoku setelah kau tau namaku.” Ia mengangguk padaku. Aku menyambut uluran tangannya, “Aquila.”
“namamu indah” katanya singkat.
“makasih hahah, hapus foto ku.grr..cowok resek.” Aku memukul pelan bahunya.
“hahah.. kok resek sih? Haha. Iya aku hapus.Oh iya lupa, kamu kan belum tau namaku. Namaku Stern.”
“stern??? Namamu keren juga. Kanapa namamu stern?”
“kamu dulu, kenapa namamu Aquila?”
“emm... Aquila itu rasi bintang. Ayah dan Ibu ku suka sekali dengan bintang.” Stren hanya diam menatapku, dia seperti memikirkan sesuat. “Heh, kok bengong? Sekarang giliran kamu.” Perkataanku barusan mengagetkannya dan membuyarkan lamunannya.
“ehh iya, yaampun maaf ya. Tadi aku sempet keingetan sesuatu. Oh ya? Giliran ku ya?”
Aku mengangguk mantap karena aku ingin tau arti nama itu.
“ah ya, jadi Stren itu artinya bintang kata papa dan bunda,aku itu bagaikan bintang buat mereka. Hahaha aneh-aneh aja ya mereka.”
“ahhaa iya, tapi mereka sangat berjasa untuk kita. Kalau bukan karena mereka kita gak punya nama sebagus ini.” Kami pun tertawa bersama. Saling tukeran nomor handphone bahkan. Banyak percakapan kami selanjutnnya kami cepat sekali akrab seperti sudah kenal lama dan terasa hari sudah gelap. Aku dan dan Stren pulang kerumah kami masing-masing.
Entah mengapa saat bersamanya aku merasa
sangat nyaman. Padahal baru saja aku mengenalnya tapi entah mengapa aku serasa
mengenalnya lama. Pembawaannya yang tenang nyaris mirip dengan Dannar, Oh sorry
aku ralat ‘dia mirip sekali dengan Dannar’ oh Tuhan, aku rindu Dannar sangat
merindukannya. Kemana dia? Taukah dia aku merindukannya?!
Pikiranku semakin gila dan kacau malam ini. Aaaarrrgh..
*ping-ping* HP ku bergetar. Aku langsung menyambar HP ku yang berada di atas ranjang.
Pikiranku semakin gila dan kacau malam ini. Aaaarrrgh..
*ping-ping* HP ku bergetar. Aku langsung menyambar HP ku yang berada di atas ranjang.
Hai Qila... haha. Aku Stren keceh nih.
emm.... lagi apa? J Hehe. Maaf ya malam-malam ganggu gini.
Jadi gak enak gini nih.Emm.. besok ada acara? J
emm.... lagi apa? J Hehe. Maaf ya malam-malam ganggu gini.
Jadi gak enak gini nih.Emm.. besok ada acara? J
Aku kaget banget Stren sms. Wow, kenapa nih dia nanya-nanya. Ku balas
sms itu tapi.. kenapa nih aku deg-degan..
Emm,.
Lagi duduk-duduk aja nih J
free kok, ada apa nih?? Hehe J
free kok, ada apa nih?? Hehe J
Aku hanya membalas cukup singkat, aku tak tau harus bicara apa. Emm...
deg-degan.
*ping-ping* HP ku lagi-lagi bergetar.
*ping-ping* HP ku lagi-lagi bergetar.
Jalan
yuk. J
aku gak mau denger kata gak ya.
tunggu aku ya, jam 7 di dekat bukit.
sampai jumpa bidadari haha J
tunggu aku ya, jam 7 di dekat bukit.
sampai jumpa bidadari haha J
Aku hanya tertawa dan saat akan balas sms itu, pulsaku habis L ahh
sungguh menyebalkan. Kenapa pulsa ku habis disaat yang tidak tepat, disaat aku
sedang senang sekali. Aku terdiam.
Hah?! Senang sekali? Apa yang barusan ku katakan? Aku senang sekali?? Ahh, ada apa dengan aku. Aku pusing mikir ini itu. aku memutuskan untuk tidur lebih awal.
Hah?! Senang sekali? Apa yang barusan ku katakan? Aku senang sekali?? Ahh, ada apa dengan aku. Aku pusing mikir ini itu. aku memutuskan untuk tidur lebih awal.
Waktu itu tiba juga,
seharian sibuk milih-milih baju dan kesalon cuma untuk bertemu dengannya malam
minggu ini. Hufh.. Saat aku berjalan menuju bukit hati ini bedegup tak seperti
biasanya. Sangat cepat. Dia sudah ada disana saat aku datang.
“hei. Sorry aku telat. Hehe. Udah lama ya?”
“haha. Gak kok, cantik ya kamu malam ini..”
Dia memuji ku, oh Tuhan. Taukah dia? Malam ini dia cool banget.
“ah bisa aja kamu. Kamu juga keren banget malam ini. Mau kemana kita nih?”
“keren? Haha. Muka kamu kok jadi merah gitu. Ahha udah naik aja. Yukk.”
Ah, benar kah muka ku me-merah? Aku jadi malu sendiri. Aku hanya tersenyum dan duduk di kursi belakang motornya. Mimpi apa aku semalam, bisa jalan bareng sama dia.
Kami sampai disuatu tempat yang indah, seperti taman tapi suasananya sangat romantis dan banyak lampu-lampu. Indah sekali, kami beberapa kali sempat berfoto bersamanya disana.
Itu bukan jalan terakhirku bersamanya, setelah malam itu kami jadi sering jalan bareng.
Pernah suatu kali saat jalan bareng dia beliin aku icecream. Dia datang dan membawa 2 icecream ditangannya. Saat itu juga aku kembali mengingat memoriku bersama Dannar.
“nihh. Untuk mu, aku coklat dan kamu vanilla.” Dia tersenyum manis sekali saat memberiku ice itu.
Tanganku mengambil icecream itu, tapi aku memikirkan sesuatu. Kata-kata itu, ya kata-kata itu yang selalu diucapkan Dannar saat memberikan aku icecream.
“hey neng. Kenapa melamun? Kok gak dimakan icenya? Gak suka ya?”
“ehh. Haha maaf ya. Emm suka kok. Darimana kamu tau aku suka vanilla?”
Dia diam sesaat seperti memmikirkan sesuatu, “gak tau aku juga bingung kenapa aku kasih kamu yang vanilla. Hehe” saat ia tertawa terlihat tawa itu ganjil. Tak lepas dan seperti menyembunyikan sesuatu. Aku selalu menganggap Stren adalah Dannar ku yang menghilang. Saat aku bertemu dengan Stren aku nyaman dan kangenku pada Dannar seolah hilang. Seolah belakangan ini aku selalu bertemu dengan Dannar.
“hei. Sorry aku telat. Hehe. Udah lama ya?”
“haha. Gak kok, cantik ya kamu malam ini..”
Dia memuji ku, oh Tuhan. Taukah dia? Malam ini dia cool banget.
“ah bisa aja kamu. Kamu juga keren banget malam ini. Mau kemana kita nih?”
“keren? Haha. Muka kamu kok jadi merah gitu. Ahha udah naik aja. Yukk.”
Ah, benar kah muka ku me-merah? Aku jadi malu sendiri. Aku hanya tersenyum dan duduk di kursi belakang motornya. Mimpi apa aku semalam, bisa jalan bareng sama dia.
Kami sampai disuatu tempat yang indah, seperti taman tapi suasananya sangat romantis dan banyak lampu-lampu. Indah sekali, kami beberapa kali sempat berfoto bersamanya disana.
Itu bukan jalan terakhirku bersamanya, setelah malam itu kami jadi sering jalan bareng.
Pernah suatu kali saat jalan bareng dia beliin aku icecream. Dia datang dan membawa 2 icecream ditangannya. Saat itu juga aku kembali mengingat memoriku bersama Dannar.
“nihh. Untuk mu, aku coklat dan kamu vanilla.” Dia tersenyum manis sekali saat memberiku ice itu.
Tanganku mengambil icecream itu, tapi aku memikirkan sesuatu. Kata-kata itu, ya kata-kata itu yang selalu diucapkan Dannar saat memberikan aku icecream.
“hey neng. Kenapa melamun? Kok gak dimakan icenya? Gak suka ya?”
“ehh. Haha maaf ya. Emm suka kok. Darimana kamu tau aku suka vanilla?”
Dia diam sesaat seperti memmikirkan sesuatu, “gak tau aku juga bingung kenapa aku kasih kamu yang vanilla. Hehe” saat ia tertawa terlihat tawa itu ganjil. Tak lepas dan seperti menyembunyikan sesuatu. Aku selalu menganggap Stren adalah Dannar ku yang menghilang. Saat aku bertemu dengan Stren aku nyaman dan kangenku pada Dannar seolah hilang. Seolah belakangan ini aku selalu bertemu dengan Dannar.
Louisa Pratiwi
19/11/12 , 19:35
Part II
Part II
Tidak ada komentar:
Posting Komentar