Maha
besar karyaNya. Goresan-goresan oranye mengubah langit biru menjadi langit sore
yang indah. Sang surya bulat besar tak lagi memberikan cahaya yang terik
menusuk kulit. Kini Sang surya mulai terbenam ditemani hembusan angin sore yang
membuat rambut panjang hitam legamku menari-nari. Mataku terpejam merasakan
cahaya Sang surya yang tak lagi seterik siang hari,merasuk kulit di wajah dan tubuhku sambil memori otakku mengulang masa 5
tahun silam. Memoriku mengingatnya, saat kami berdua duduk dibukit ini menanti
waktu sunset, saat ia menggenggam tanganku, saat aku bersandar pada bahunya,
saat kami bercerita dan bersendagurau dan ketika ia menghilang begitu saja. Aku
berjanji padamu, kalau kita akan selalu bersama melihat sunset setiap hari.
Begitulah janji Dannar sebelum ia pergi menghilang tanpa kabar. Hari-hari ku bagai
kertas putih tanpa warna setitik pun tanpanya, setelah ia pergi aku menyadari
ada rasa yang berbeda padaku, aku menyayanginya dan kehilangan sosoknya lebih
dari seorang sahabat!! Lamunan itu berakhir ketika aku menyadari hari mulai
gelap. Aku bergegas pulang.
Setiap
sore aku selalu datang kebukit ‘setintaku’ kata orang-orang sih itu singkatan
yang artinya : setinggi cintaku, jadi yang dateng kebukit ini umumnya mereka pasanngan
kekasih,konon katanya sih yang pergi kebukit ini cintanya abadi lho. Tapi aku
gak percaya dan aku kesana untuk melihat sunset dan menunggu Dannar kembali dan
menepati janjinya. Keningku mengerut mataku menyipit, aku melihat seorang
laki-laki yang tinggi semampai sedang duduk dan memotret keindahan sekitar
bukit. Ia menduduki tempat favoritku, semua orang yang sering ke bukit ini tau
kalau itu tempat favoritku, pasti dia orang baru. Gerutuku dalam hati.
Aku datang menghampirinya, “maaf mas. Ini tempatku. Aku selalu duduk di tempat ini saat aku melihat sunset.”
“ohh maaf, aku tak tau.” Ia berbicara padaku sambil menghadapku. Oh Tuhan sungguh! Dia tampan sekali, tatapan mata itu. Tatapan itu mirip dengan tatapan mata Dannar, aku merindukan Dannar saat melihatnya, mataku tak berkedit saat itu. “ah iya tak apa” kataku dan dia pergi sedikit menjauh dariku. Aku duduk dan melakukan apa yang biasa aku lakukan disini. Sampai dirumah, ingatanku selalu pada laki-laki itu yang entah siapa namanya. Setiap aku mengingat tatapan laki-laki tadi aku semakin merindukan Dannar.
Aku datang menghampirinya, “maaf mas. Ini tempatku. Aku selalu duduk di tempat ini saat aku melihat sunset.”
“ohh maaf, aku tak tau.” Ia berbicara padaku sambil menghadapku. Oh Tuhan sungguh! Dia tampan sekali, tatapan mata itu. Tatapan itu mirip dengan tatapan mata Dannar, aku merindukan Dannar saat melihatnya, mataku tak berkedit saat itu. “ah iya tak apa” kataku dan dia pergi sedikit menjauh dariku. Aku duduk dan melakukan apa yang biasa aku lakukan disini. Sampai dirumah, ingatanku selalu pada laki-laki itu yang entah siapa namanya. Setiap aku mengingat tatapan laki-laki tadi aku semakin merindukan Dannar.
Louisa Pratiwi
19/11/12 , 19: 32
Part I
19/11/12 , 19: 32
Part I
Tidak ada komentar:
Posting Komentar