Oleh: Louisa Pratiwi
Mencintai dalam diam
Bagaikan Tersenyum pada punggung
Tertawa dengan bayang-bayang semu
Berbicara pada cermin
Sunyi, hening, hampa
Bagai kalimat tanpa arti
Bagai langit tanpa bintang
Bagai pungguk merindukan bulan
Terlalu semu
Bagai pertanyaan tanpa jawaban
Hujan menari-nari diatas hati
Hingga sang mentari pun enggan tersenyum
Louisa Pratiwi
Minggu, 17 Maret 2013
Menyukaimu
Oleh: Louisa Pratiwi
Tak pernah tau kapan semua ini dimulai
Tak pernah tau kapan semua ini dimulai
Tak pernah
tau kapan semua ini akan berakhir
Yang aku
tau, Aku melihatmu
Mataku
memerhatikanmu
Ingin tau
kegiatanmu
Ingin tau
kamu bersama siapa
Ingin
tau,ingin tau dan selalu begitu
Aku tak
perah tau mengapa ini kulakukan
Yang aku
tau, Aku mendengar suaramu
Saat kamu
berbincang dengan mereka
Saat kamu
tertawa bersama mereka
Saat kamu
memulai sendagurau
Aku hanya
mendengar, mendengar dan selalu begitu
Aku tak pernah
tau mengapa aku berjalan sendiri
Aku tak
pernah tau mengapa aku bersedih bersama daun yang gugur
Aku tak
pernah tau mengapa aku merasa sendiri ditengah keramaian
Aku tak
pernah tau mengapa aku mengingkan seseorang ada disampingku
Aku tak
pernah tau mengapa aku.. mengapa aku.. dan mengapa aku!!!
Tapi...............
Yang aku
tau,Aku menyukaimu!
Kamis, 29 November 2012
Bersama Harapan
Oleh: Louisa Pratiwi
Tertawa penuh keceriaan
Senyum tersungging menawan
Tubuh menari mengikuti irama
Berjalan seperti tanpa beban
Bagai pangeran
menghentikan waktu
Membuka semangat baru
Membangun keceriaan
Tiba-tiba semua terasa lebih indah
Mata ini tak henti menatap
Mengikuti setiap gerak
Kaki ini tak henti melangkah
Seperti penguntit
Dunia terasa berhenti
Menatap mata mu lekat-lekat
Degup jantung pun berirama
Mengalir rasa bersama darahku
Menuju hati yang terdalam
Tak ingin satu pasang matapun
mengetahuinya
Termasuk dirimu
Bahagiaku saat bersamamu
Bahagiaku saat kau bahagia
Kupendam rasa
dalam kesunyian
Kupendam rasa dalam hati yang terdalam
Menanti sebuah harapan
Mencari cela dalam hati yang tulus
Kini rasa itu
semakin tak pasti
Hanya menari-nari dalam bayangan semu
Hanya akan menjadi sebuah mimpi
Kala senyummu tuk bidadari cantik
Siluet tubuh
yang akan selalu terkenang
Selalu dalam memori indahku
Menjadikanmu selalu manis dalam hidupku
Menjadikanmu sebagai mimpi indah dan hanya sekadar mimpi
Dan inilah akhir penantian
Akhir semua rasa
Menjadikanku seperti kayu lapuk termakan waktu
Bersama derai hujan membasahi bumi pertiwi
Senin, 19 November 2012
Dia Datang dan Pergi Part III
Saat sedang asyik baca majalah, Lolita sahabatku telphone tiba-tiba.
“halo ta, kenapa?” sapa ku.
Terdengar suara diseberang sana, “halo qila.. emm. Aku cuma mau kasih tau, seminggu yang lalu aku sempet ketemu Dannar la”
Kaget, sangat kaget. Airmataku menetes, entah menetes karena sedih atau senang. Tapi kurasa ini airmata kebahagiaan, “kamu serius ta? kamu gak salah orang kan??”ketemu dimana? Kenapa dia gak nemuin aku?”
“aku gak tau la, aku ketemu diswalayan. Kami hanya bicara sebentar sepertinya dia sedang terburu-buru aku hanya sempat menanyakan kabarnya.”
Tangis itu sontak terjadi. Telphone dari Lolita tak lagi aku hiraukan. Aku sedih dia pergi begitu saja, aku bahagia dia kembali ada disekitarku tapi aku juga sedih kenapa dia tak menemuiku? Apa dia tak rindu pada ku?? Kenapa dia jahat. Sungguh malam ini aku bena-benar sedih. Tapi ternyata disisi lain Lolita merasa bersalah pada Aquila.
Aquila gak tau lagi harus kemana dan ngapain lagi. Dia udah sangat sedih, dia pergi kebukit dan berharap bisa bertemu dengan Stren. Hari itu Aquila tak menemukan Stren, ia melewati hari sedihnya sendiri. Sedih itu belum juga padam, ia tak lagi menemukan Stren saat ke bukit. Ia merasa sangat kesepian, disinilah Aquila merasa kehilangan Stren sosok yang selama ini selalu menjadi semangatnya setelah Dannar yang menghilang. Aquila jatuh hati. Duduk seorang diri, Aquila benar-benar merasa ia akan kehilangan Stren.
“halo ta, kenapa?” sapa ku.
Terdengar suara diseberang sana, “halo qila.. emm. Aku cuma mau kasih tau, seminggu yang lalu aku sempet ketemu Dannar la”
Kaget, sangat kaget. Airmataku menetes, entah menetes karena sedih atau senang. Tapi kurasa ini airmata kebahagiaan, “kamu serius ta? kamu gak salah orang kan??”ketemu dimana? Kenapa dia gak nemuin aku?”
“aku gak tau la, aku ketemu diswalayan. Kami hanya bicara sebentar sepertinya dia sedang terburu-buru aku hanya sempat menanyakan kabarnya.”
Tangis itu sontak terjadi. Telphone dari Lolita tak lagi aku hiraukan. Aku sedih dia pergi begitu saja, aku bahagia dia kembali ada disekitarku tapi aku juga sedih kenapa dia tak menemuiku? Apa dia tak rindu pada ku?? Kenapa dia jahat. Sungguh malam ini aku bena-benar sedih. Tapi ternyata disisi lain Lolita merasa bersalah pada Aquila.
Aquila gak tau lagi harus kemana dan ngapain lagi. Dia udah sangat sedih, dia pergi kebukit dan berharap bisa bertemu dengan Stren. Hari itu Aquila tak menemukan Stren, ia melewati hari sedihnya sendiri. Sedih itu belum juga padam, ia tak lagi menemukan Stren saat ke bukit. Ia merasa sangat kesepian, disinilah Aquila merasa kehilangan Stren sosok yang selama ini selalu menjadi semangatnya setelah Dannar yang menghilang. Aquila jatuh hati. Duduk seorang diri, Aquila benar-benar merasa ia akan kehilangan Stren.
Lolita beberapa kali
mentelphone ku dan tak ku angkat. Ya lama-lama aku merasa tak enak hati pada
sahabatku yang satu ini, akhirnya telphone itu ku angkat. Tapi tunngu terdengar
suara seperti isakan..
“........” suara itu hanya seperti suara isk tangis.
“ha..ha..lo.. ta” suara ku terdengar ragu.
“hiks.. hiks... ha..ha..lo.. la”
“halo ta, lo kenapa? Lo kenapa ta?” saat itu juga aku sangat panik.
“lo yang sabar ya?” aku hanya terdiam. Apa maksudnya?
“Dannar..”
“Dannar kenapa ta?” aku panik, perasaanku tak enak. Airmata itu menetes.
“Dannar udah gak ada. Dia udah ninggalin kita semua la.” Aku diam, aku tak tau harus bagaimana. Hati ini sudah sangat-sangat pilu. Isak tangisku lama-lama mulai terdengar mengeras. Aku sedih.
‘KENAPA KAMU NINGGALIN AKU?!!! ARRRGGHHHHH...’ aku menangis sejadi-jadinya.
Lolita membawaku ke tempat tinggal Dannar dan keluarganya yang baru, aku datang dengan pakaian serba hitam dan kacamata hitamku untuk menutupi mata yang sembab. Tapi betapa kagetnya aku saat aku melihat Dannar yang terbaring tak bernyawa adalah Stren yang belakangan ini selalu bersamaku. Jadi? Selama ini. Stren itu adalah Dannar? Dannar yang selalu aku rindukan ada di dekatku. Aku menangis tersedu-sedu, tak habis pikir tentang kisah hidupku. Aku telah bersama seseorang yang aku sayangi sebelum ia pergi selamanya. Nyaris saja aku pingsan dalam prosesi pemakaman!
Aku tetap berdiri di pusaran Dannar hingga suasana menjadi sepi, hingga semua keluarga dan para pelayat pulang. Airmata yang tak pernah berhenti menetes. Terlalu sedih untuk diungkapkan. Lolita yang sedari tadi menemaniku dan mengelus punggungku.
“udah la.. kamu yang sabar ya. Kamu jangan sedih gini, aku yakin Dannar sedih kalo liat kamu kaya gini. Kamu harus semangat la”, “la... aku mau jujur sama kamu. Disini didepan makam Dannar”
Aku hanya melihat Loliata dan mengangguk mengisyaratkan kepadanya untuk bicara dan aku tak berkata apapun.
“sejujurnya, saat aku mentelphone mu malam itu saat aku bertemu sebentar itu semua bohong.”
Aku melihat Lolita dan sungguh aku sangat kaget bagaimana mungkin ia berbohong. Apa maksdunya?
Loliata melanjutkan ceritanya tapi suaranya mulai melemah, “sebenarnya waktu itu aku memang bertemu Dannar tapi tak sebentar. Kami mengobrol banyak. Sebenarnya dia sangat menyayangimu la, dia gak mau pergi jauh darimu. Dia menghilang selama 5 tahun belakangan ini untuk berobat keluar negri karena leukimia.Tapi semua pengobatan nihil. Dia tak menemukan pendonor yang mau menyumbangkan sumsum tulang belakangnya. Dannar sengaja gak beritahu kamu soal penyakitnya karena dia gak pengen kamu sedih dan khawatir sama dia. Dannar gak pernah nyatain perasaannya ke kamu walau dia juga tau kamu menyayanginya karena dia gak mau kamu kehilangan pacarmu suatu hari nanti.”
Aku tertunduk lemas, airmata yang semakin deras mengalir, dengkul ku bergetar hebat. Aku berlutut dimakam Dannar dan menangis, semakin dalam sakit ini.
Lolita sempat terdiam melihatku, airmatanya pun ikut menetes bersama ceritanya, “Dia tau kalau dia gak ada harapan lagi. Dia kembali kepadamu karena dia sangat merindukanmu, saat bertemu denganmu ternyata kamu lupa dengannya. Dia memang sudah banyak berubah, saat aku bertemu dengannya bahkan aku tak mengenalinya sama sekali. Dia bilang kalau kamu mengenalinya dengan nama Stren, kamu jalan bareng dia itu membuatnya sangat bahagia la. Dia sangat bahagia saat bersamamu, sama sepertimu yang bercerita kamu sangat bahagia saat bersama sosok Stren. Lihat la, huruf ‘S’ di batu nisan itu.. kita gak pernah tau apa arti huruf ‘S’ itu dalam namanya. Dannar Widjaya Stren Pradhana. Itu nama lengkapnya la. Selama beberapa hari kamu tak pernah bertemu sosok Stren yang kamu kenal saat itulah dia sedang terbaring lemah, tak berdaya dan tak sadarkan diri. Kondisinya semakin menurun. Hingga akhirnya dia ada dihadapanmu saat ini la. Dan dia meninggalkan kita selamanya. Dia Cuma kasih ini la untuk mu.”
Lolita memberikan sebuah kotak untukku dari Dannar, isinya beberapa lembar foto kami saat saat masih kanak-kanak, saat sebelum dia menghilang,saat kami bertemu dibukit lagi waktu itu (ternyata dia belum menghapus foto itu) dan ditaman waktu itu. Dibalik setiap foto kami Dannar menuliskan ‘aku merindukanmu dan menyayangimu’ dan sebuah kalung leontin bertuliskan huruf DA.
Aku menangis terisak dan tak kuat lagi untuk berdiri. Mengingat semua saat bersamanya. Lolita menuntunku pulang kembali ke rumah.
“........” suara itu hanya seperti suara isk tangis.
“ha..ha..lo.. ta” suara ku terdengar ragu.
“hiks.. hiks... ha..ha..lo.. la”
“halo ta, lo kenapa? Lo kenapa ta?” saat itu juga aku sangat panik.
“lo yang sabar ya?” aku hanya terdiam. Apa maksudnya?
“Dannar..”
“Dannar kenapa ta?” aku panik, perasaanku tak enak. Airmata itu menetes.
“Dannar udah gak ada. Dia udah ninggalin kita semua la.” Aku diam, aku tak tau harus bagaimana. Hati ini sudah sangat-sangat pilu. Isak tangisku lama-lama mulai terdengar mengeras. Aku sedih.
‘KENAPA KAMU NINGGALIN AKU?!!! ARRRGGHHHHH...’ aku menangis sejadi-jadinya.
Lolita membawaku ke tempat tinggal Dannar dan keluarganya yang baru, aku datang dengan pakaian serba hitam dan kacamata hitamku untuk menutupi mata yang sembab. Tapi betapa kagetnya aku saat aku melihat Dannar yang terbaring tak bernyawa adalah Stren yang belakangan ini selalu bersamaku. Jadi? Selama ini. Stren itu adalah Dannar? Dannar yang selalu aku rindukan ada di dekatku. Aku menangis tersedu-sedu, tak habis pikir tentang kisah hidupku. Aku telah bersama seseorang yang aku sayangi sebelum ia pergi selamanya. Nyaris saja aku pingsan dalam prosesi pemakaman!
Aku tetap berdiri di pusaran Dannar hingga suasana menjadi sepi, hingga semua keluarga dan para pelayat pulang. Airmata yang tak pernah berhenti menetes. Terlalu sedih untuk diungkapkan. Lolita yang sedari tadi menemaniku dan mengelus punggungku.
“udah la.. kamu yang sabar ya. Kamu jangan sedih gini, aku yakin Dannar sedih kalo liat kamu kaya gini. Kamu harus semangat la”, “la... aku mau jujur sama kamu. Disini didepan makam Dannar”
Aku hanya melihat Loliata dan mengangguk mengisyaratkan kepadanya untuk bicara dan aku tak berkata apapun.
“sejujurnya, saat aku mentelphone mu malam itu saat aku bertemu sebentar itu semua bohong.”
Aku melihat Lolita dan sungguh aku sangat kaget bagaimana mungkin ia berbohong. Apa maksdunya?
Loliata melanjutkan ceritanya tapi suaranya mulai melemah, “sebenarnya waktu itu aku memang bertemu Dannar tapi tak sebentar. Kami mengobrol banyak. Sebenarnya dia sangat menyayangimu la, dia gak mau pergi jauh darimu. Dia menghilang selama 5 tahun belakangan ini untuk berobat keluar negri karena leukimia.Tapi semua pengobatan nihil. Dia tak menemukan pendonor yang mau menyumbangkan sumsum tulang belakangnya. Dannar sengaja gak beritahu kamu soal penyakitnya karena dia gak pengen kamu sedih dan khawatir sama dia. Dannar gak pernah nyatain perasaannya ke kamu walau dia juga tau kamu menyayanginya karena dia gak mau kamu kehilangan pacarmu suatu hari nanti.”
Aku tertunduk lemas, airmata yang semakin deras mengalir, dengkul ku bergetar hebat. Aku berlutut dimakam Dannar dan menangis, semakin dalam sakit ini.
Lolita sempat terdiam melihatku, airmatanya pun ikut menetes bersama ceritanya, “Dia tau kalau dia gak ada harapan lagi. Dia kembali kepadamu karena dia sangat merindukanmu, saat bertemu denganmu ternyata kamu lupa dengannya. Dia memang sudah banyak berubah, saat aku bertemu dengannya bahkan aku tak mengenalinya sama sekali. Dia bilang kalau kamu mengenalinya dengan nama Stren, kamu jalan bareng dia itu membuatnya sangat bahagia la. Dia sangat bahagia saat bersamamu, sama sepertimu yang bercerita kamu sangat bahagia saat bersama sosok Stren. Lihat la, huruf ‘S’ di batu nisan itu.. kita gak pernah tau apa arti huruf ‘S’ itu dalam namanya. Dannar Widjaya Stren Pradhana. Itu nama lengkapnya la. Selama beberapa hari kamu tak pernah bertemu sosok Stren yang kamu kenal saat itulah dia sedang terbaring lemah, tak berdaya dan tak sadarkan diri. Kondisinya semakin menurun. Hingga akhirnya dia ada dihadapanmu saat ini la. Dan dia meninggalkan kita selamanya. Dia Cuma kasih ini la untuk mu.”
Lolita memberikan sebuah kotak untukku dari Dannar, isinya beberapa lembar foto kami saat saat masih kanak-kanak, saat sebelum dia menghilang,saat kami bertemu dibukit lagi waktu itu (ternyata dia belum menghapus foto itu) dan ditaman waktu itu. Dibalik setiap foto kami Dannar menuliskan ‘aku merindukanmu dan menyayangimu’ dan sebuah kalung leontin bertuliskan huruf DA.
Aku menangis terisak dan tak kuat lagi untuk berdiri. Mengingat semua saat bersamanya. Lolita menuntunku pulang kembali ke rumah.
Hari-hariku benar-benar
sepi dan hampa sekali, aku menjadi seseorang yang pendiam dan tak seceria dulu.
1 tahun setelah kepergiannya belum juga duka itu sirna, semakin hari semakin ku
merindukannya. Aku lebih banyak menyendiri dan memandangi foto-foto kami. Aku
selalu merasa dia ada di dekatku. Tak seindah cinta yang kubayangkan. Dia
Datang dan Pergi!
Louisa Pratiwi
19/11/12 , 19:42
Part III
Part III
Dia Datang dan Pergi Part II
Sejak
saat itu aku sering sekali melihatnya dibukit, suatu hari aku bertemunya, ia
berdiri sambil memotret dengan kameranya dan lagi-lagi di tempat favoritku.
“ekhmmm..maaf.....” belum selesai ucapanku dia sudah memotong pekataanku.
“ahh ya aku tau,ini tempat favoritmu kan?” di memalingkan wajahnya kehadapanku dan memotret wajahku. Aku sebal padanya yang memotretku seenaknya tanpa meminta ijin padaku.
“iya ini tempat favoritku dan bisa kah kamu bertindak sopan pada orang lain? Hapus foto ku.”
“aku tak akan menghapusnya. Siapa namamu?” dia menanyakan namaku sambil menjulurkan tangannya.
“kau tak perlu tau namaku. Hapus fotoku!” nadaku meninggi.
“ aku akan menghapus fotomu. Siapa namamu?” ia menjulurkan tangannya sekali lagi.
“ tapi kau harus janji menghapus fotoku setelah kau tau namaku.” Ia mengangguk padaku. Aku menyambut uluran tangannya, “Aquila.”
“namamu indah” katanya singkat.
“makasih hahah, hapus foto ku.grr..cowok resek.” Aku memukul pelan bahunya.
“hahah.. kok resek sih? Haha. Iya aku hapus.Oh iya lupa, kamu kan belum tau namaku. Namaku Stern.”
“stern??? Namamu keren juga. Kanapa namamu stern?”
“kamu dulu, kenapa namamu Aquila?”
“emm... Aquila itu rasi bintang. Ayah dan Ibu ku suka sekali dengan bintang.” Stren hanya diam menatapku, dia seperti memikirkan sesuat. “Heh, kok bengong? Sekarang giliran kamu.” Perkataanku barusan mengagetkannya dan membuyarkan lamunannya.
“ehh iya, yaampun maaf ya. Tadi aku sempet keingetan sesuatu. Oh ya? Giliran ku ya?”
Aku mengangguk mantap karena aku ingin tau arti nama itu.
“ah ya, jadi Stren itu artinya bintang kata papa dan bunda,aku itu bagaikan bintang buat mereka. Hahaha aneh-aneh aja ya mereka.”
“ahhaa iya, tapi mereka sangat berjasa untuk kita. Kalau bukan karena mereka kita gak punya nama sebagus ini.” Kami pun tertawa bersama. Saling tukeran nomor handphone bahkan. Banyak percakapan kami selanjutnnya kami cepat sekali akrab seperti sudah kenal lama dan terasa hari sudah gelap. Aku dan dan Stren pulang kerumah kami masing-masing.
“ekhmmm..maaf.....” belum selesai ucapanku dia sudah memotong pekataanku.
“ahh ya aku tau,ini tempat favoritmu kan?” di memalingkan wajahnya kehadapanku dan memotret wajahku. Aku sebal padanya yang memotretku seenaknya tanpa meminta ijin padaku.
“iya ini tempat favoritku dan bisa kah kamu bertindak sopan pada orang lain? Hapus foto ku.”
“aku tak akan menghapusnya. Siapa namamu?” dia menanyakan namaku sambil menjulurkan tangannya.
“kau tak perlu tau namaku. Hapus fotoku!” nadaku meninggi.
“ aku akan menghapus fotomu. Siapa namamu?” ia menjulurkan tangannya sekali lagi.
“ tapi kau harus janji menghapus fotoku setelah kau tau namaku.” Ia mengangguk padaku. Aku menyambut uluran tangannya, “Aquila.”
“namamu indah” katanya singkat.
“makasih hahah, hapus foto ku.grr..cowok resek.” Aku memukul pelan bahunya.
“hahah.. kok resek sih? Haha. Iya aku hapus.Oh iya lupa, kamu kan belum tau namaku. Namaku Stern.”
“stern??? Namamu keren juga. Kanapa namamu stern?”
“kamu dulu, kenapa namamu Aquila?”
“emm... Aquila itu rasi bintang. Ayah dan Ibu ku suka sekali dengan bintang.” Stren hanya diam menatapku, dia seperti memikirkan sesuat. “Heh, kok bengong? Sekarang giliran kamu.” Perkataanku barusan mengagetkannya dan membuyarkan lamunannya.
“ehh iya, yaampun maaf ya. Tadi aku sempet keingetan sesuatu. Oh ya? Giliran ku ya?”
Aku mengangguk mantap karena aku ingin tau arti nama itu.
“ah ya, jadi Stren itu artinya bintang kata papa dan bunda,aku itu bagaikan bintang buat mereka. Hahaha aneh-aneh aja ya mereka.”
“ahhaa iya, tapi mereka sangat berjasa untuk kita. Kalau bukan karena mereka kita gak punya nama sebagus ini.” Kami pun tertawa bersama. Saling tukeran nomor handphone bahkan. Banyak percakapan kami selanjutnnya kami cepat sekali akrab seperti sudah kenal lama dan terasa hari sudah gelap. Aku dan dan Stren pulang kerumah kami masing-masing.
Entah mengapa saat bersamanya aku merasa
sangat nyaman. Padahal baru saja aku mengenalnya tapi entah mengapa aku serasa
mengenalnya lama. Pembawaannya yang tenang nyaris mirip dengan Dannar, Oh sorry
aku ralat ‘dia mirip sekali dengan Dannar’ oh Tuhan, aku rindu Dannar sangat
merindukannya. Kemana dia? Taukah dia aku merindukannya?!
Pikiranku semakin gila dan kacau malam ini. Aaaarrrgh..
*ping-ping* HP ku bergetar. Aku langsung menyambar HP ku yang berada di atas ranjang.
Pikiranku semakin gila dan kacau malam ini. Aaaarrrgh..
*ping-ping* HP ku bergetar. Aku langsung menyambar HP ku yang berada di atas ranjang.
Hai Qila... haha. Aku Stren keceh nih.
emm.... lagi apa? J Hehe. Maaf ya malam-malam ganggu gini.
Jadi gak enak gini nih.Emm.. besok ada acara? J
emm.... lagi apa? J Hehe. Maaf ya malam-malam ganggu gini.
Jadi gak enak gini nih.Emm.. besok ada acara? J
Aku kaget banget Stren sms. Wow, kenapa nih dia nanya-nanya. Ku balas
sms itu tapi.. kenapa nih aku deg-degan..
Emm,.
Lagi duduk-duduk aja nih J
free kok, ada apa nih?? Hehe J
free kok, ada apa nih?? Hehe J
Aku hanya membalas cukup singkat, aku tak tau harus bicara apa. Emm...
deg-degan.
*ping-ping* HP ku lagi-lagi bergetar.
*ping-ping* HP ku lagi-lagi bergetar.
Jalan
yuk. J
aku gak mau denger kata gak ya.
tunggu aku ya, jam 7 di dekat bukit.
sampai jumpa bidadari haha J
tunggu aku ya, jam 7 di dekat bukit.
sampai jumpa bidadari haha J
Aku hanya tertawa dan saat akan balas sms itu, pulsaku habis L ahh
sungguh menyebalkan. Kenapa pulsa ku habis disaat yang tidak tepat, disaat aku
sedang senang sekali. Aku terdiam.
Hah?! Senang sekali? Apa yang barusan ku katakan? Aku senang sekali?? Ahh, ada apa dengan aku. Aku pusing mikir ini itu. aku memutuskan untuk tidur lebih awal.
Hah?! Senang sekali? Apa yang barusan ku katakan? Aku senang sekali?? Ahh, ada apa dengan aku. Aku pusing mikir ini itu. aku memutuskan untuk tidur lebih awal.
Waktu itu tiba juga,
seharian sibuk milih-milih baju dan kesalon cuma untuk bertemu dengannya malam
minggu ini. Hufh.. Saat aku berjalan menuju bukit hati ini bedegup tak seperti
biasanya. Sangat cepat. Dia sudah ada disana saat aku datang.
“hei. Sorry aku telat. Hehe. Udah lama ya?”
“haha. Gak kok, cantik ya kamu malam ini..”
Dia memuji ku, oh Tuhan. Taukah dia? Malam ini dia cool banget.
“ah bisa aja kamu. Kamu juga keren banget malam ini. Mau kemana kita nih?”
“keren? Haha. Muka kamu kok jadi merah gitu. Ahha udah naik aja. Yukk.”
Ah, benar kah muka ku me-merah? Aku jadi malu sendiri. Aku hanya tersenyum dan duduk di kursi belakang motornya. Mimpi apa aku semalam, bisa jalan bareng sama dia.
Kami sampai disuatu tempat yang indah, seperti taman tapi suasananya sangat romantis dan banyak lampu-lampu. Indah sekali, kami beberapa kali sempat berfoto bersamanya disana.
Itu bukan jalan terakhirku bersamanya, setelah malam itu kami jadi sering jalan bareng.
Pernah suatu kali saat jalan bareng dia beliin aku icecream. Dia datang dan membawa 2 icecream ditangannya. Saat itu juga aku kembali mengingat memoriku bersama Dannar.
“nihh. Untuk mu, aku coklat dan kamu vanilla.” Dia tersenyum manis sekali saat memberiku ice itu.
Tanganku mengambil icecream itu, tapi aku memikirkan sesuatu. Kata-kata itu, ya kata-kata itu yang selalu diucapkan Dannar saat memberikan aku icecream.
“hey neng. Kenapa melamun? Kok gak dimakan icenya? Gak suka ya?”
“ehh. Haha maaf ya. Emm suka kok. Darimana kamu tau aku suka vanilla?”
Dia diam sesaat seperti memmikirkan sesuatu, “gak tau aku juga bingung kenapa aku kasih kamu yang vanilla. Hehe” saat ia tertawa terlihat tawa itu ganjil. Tak lepas dan seperti menyembunyikan sesuatu. Aku selalu menganggap Stren adalah Dannar ku yang menghilang. Saat aku bertemu dengan Stren aku nyaman dan kangenku pada Dannar seolah hilang. Seolah belakangan ini aku selalu bertemu dengan Dannar.
“hei. Sorry aku telat. Hehe. Udah lama ya?”
“haha. Gak kok, cantik ya kamu malam ini..”
Dia memuji ku, oh Tuhan. Taukah dia? Malam ini dia cool banget.
“ah bisa aja kamu. Kamu juga keren banget malam ini. Mau kemana kita nih?”
“keren? Haha. Muka kamu kok jadi merah gitu. Ahha udah naik aja. Yukk.”
Ah, benar kah muka ku me-merah? Aku jadi malu sendiri. Aku hanya tersenyum dan duduk di kursi belakang motornya. Mimpi apa aku semalam, bisa jalan bareng sama dia.
Kami sampai disuatu tempat yang indah, seperti taman tapi suasananya sangat romantis dan banyak lampu-lampu. Indah sekali, kami beberapa kali sempat berfoto bersamanya disana.
Itu bukan jalan terakhirku bersamanya, setelah malam itu kami jadi sering jalan bareng.
Pernah suatu kali saat jalan bareng dia beliin aku icecream. Dia datang dan membawa 2 icecream ditangannya. Saat itu juga aku kembali mengingat memoriku bersama Dannar.
“nihh. Untuk mu, aku coklat dan kamu vanilla.” Dia tersenyum manis sekali saat memberiku ice itu.
Tanganku mengambil icecream itu, tapi aku memikirkan sesuatu. Kata-kata itu, ya kata-kata itu yang selalu diucapkan Dannar saat memberikan aku icecream.
“hey neng. Kenapa melamun? Kok gak dimakan icenya? Gak suka ya?”
“ehh. Haha maaf ya. Emm suka kok. Darimana kamu tau aku suka vanilla?”
Dia diam sesaat seperti memmikirkan sesuatu, “gak tau aku juga bingung kenapa aku kasih kamu yang vanilla. Hehe” saat ia tertawa terlihat tawa itu ganjil. Tak lepas dan seperti menyembunyikan sesuatu. Aku selalu menganggap Stren adalah Dannar ku yang menghilang. Saat aku bertemu dengan Stren aku nyaman dan kangenku pada Dannar seolah hilang. Seolah belakangan ini aku selalu bertemu dengan Dannar.
Louisa Pratiwi
19/11/12 , 19:35
Part II
Part II
Dia Datang dan Pergi
Maha
besar karyaNya. Goresan-goresan oranye mengubah langit biru menjadi langit sore
yang indah. Sang surya bulat besar tak lagi memberikan cahaya yang terik
menusuk kulit. Kini Sang surya mulai terbenam ditemani hembusan angin sore yang
membuat rambut panjang hitam legamku menari-nari. Mataku terpejam merasakan
cahaya Sang surya yang tak lagi seterik siang hari,merasuk kulit di wajah dan tubuhku sambil memori otakku mengulang masa 5
tahun silam. Memoriku mengingatnya, saat kami berdua duduk dibukit ini menanti
waktu sunset, saat ia menggenggam tanganku, saat aku bersandar pada bahunya,
saat kami bercerita dan bersendagurau dan ketika ia menghilang begitu saja. Aku
berjanji padamu, kalau kita akan selalu bersama melihat sunset setiap hari.
Begitulah janji Dannar sebelum ia pergi menghilang tanpa kabar. Hari-hari ku bagai
kertas putih tanpa warna setitik pun tanpanya, setelah ia pergi aku menyadari
ada rasa yang berbeda padaku, aku menyayanginya dan kehilangan sosoknya lebih
dari seorang sahabat!! Lamunan itu berakhir ketika aku menyadari hari mulai
gelap. Aku bergegas pulang.
Setiap
sore aku selalu datang kebukit ‘setintaku’ kata orang-orang sih itu singkatan
yang artinya : setinggi cintaku, jadi yang dateng kebukit ini umumnya mereka pasanngan
kekasih,konon katanya sih yang pergi kebukit ini cintanya abadi lho. Tapi aku
gak percaya dan aku kesana untuk melihat sunset dan menunggu Dannar kembali dan
menepati janjinya. Keningku mengerut mataku menyipit, aku melihat seorang
laki-laki yang tinggi semampai sedang duduk dan memotret keindahan sekitar
bukit. Ia menduduki tempat favoritku, semua orang yang sering ke bukit ini tau
kalau itu tempat favoritku, pasti dia orang baru. Gerutuku dalam hati.
Aku datang menghampirinya, “maaf mas. Ini tempatku. Aku selalu duduk di tempat ini saat aku melihat sunset.”
“ohh maaf, aku tak tau.” Ia berbicara padaku sambil menghadapku. Oh Tuhan sungguh! Dia tampan sekali, tatapan mata itu. Tatapan itu mirip dengan tatapan mata Dannar, aku merindukan Dannar saat melihatnya, mataku tak berkedit saat itu. “ah iya tak apa” kataku dan dia pergi sedikit menjauh dariku. Aku duduk dan melakukan apa yang biasa aku lakukan disini. Sampai dirumah, ingatanku selalu pada laki-laki itu yang entah siapa namanya. Setiap aku mengingat tatapan laki-laki tadi aku semakin merindukan Dannar.
Aku datang menghampirinya, “maaf mas. Ini tempatku. Aku selalu duduk di tempat ini saat aku melihat sunset.”
“ohh maaf, aku tak tau.” Ia berbicara padaku sambil menghadapku. Oh Tuhan sungguh! Dia tampan sekali, tatapan mata itu. Tatapan itu mirip dengan tatapan mata Dannar, aku merindukan Dannar saat melihatnya, mataku tak berkedit saat itu. “ah iya tak apa” kataku dan dia pergi sedikit menjauh dariku. Aku duduk dan melakukan apa yang biasa aku lakukan disini. Sampai dirumah, ingatanku selalu pada laki-laki itu yang entah siapa namanya. Setiap aku mengingat tatapan laki-laki tadi aku semakin merindukan Dannar.
Louisa Pratiwi
19/11/12 , 19: 32
Part I
19/11/12 , 19: 32
Part I
Jumat, 16 November 2012
Bunga
Oleh: Louisa Pratiwi
Terabaikan
Dihindari dan dilupakan
Dibuang dan ditinggalkan
Tak satupun pasang mata melihatnya
Mendayu-dayu dalam kehampaan
Menari-nari dalam kesendirian
Dipetik tuk dibuang dan akhirnya ditinggalkan
Tak pernah satupun tersadar ia indah
Ia...
Tetap bertahan tanpa kesempurnaan
Tetap indah walau terluka
Tetap tegar walau sendiri
Bunga cantik ditengah belukar yng selalu melukainya
Dia hanyalah dia
Menjadi dirinya sendiri ketika mereka berlomba
Ia tetap indah saat harus menutupi segala kesedihan
Ia tetap indah saat harus merasa sendiri dan terlupakan
Dia hanyalah sekuntum bunga tanpa kesempurnaan...
Terabaikan
Dihindari dan dilupakan
Dibuang dan ditinggalkan
Tak satupun pasang mata melihatnya
Mendayu-dayu dalam kehampaan
Menari-nari dalam kesendirian
Dipetik tuk dibuang dan akhirnya ditinggalkan
Tak pernah satupun tersadar ia indah
Ia...
Tetap bertahan tanpa kesempurnaan
Tetap indah walau terluka
Tetap tegar walau sendiri
Bunga cantik ditengah belukar yng selalu melukainya
Dia hanyalah dia
Menjadi dirinya sendiri ketika mereka berlomba
Ia tetap indah saat harus menutupi segala kesedihan
Ia tetap indah saat harus merasa sendiri dan terlupakan
Dia hanyalah sekuntum bunga tanpa kesempurnaan...
Langganan:
Postingan (Atom)